Dalam hal produksi batik, tidak berlebihan jika Kecamatan Masaran disebut
sebagai Laweyannya Sragen. Ya, Masaran sudah terkenal dengan lingkungan
dan budaya luhur batik, tidak berbeda jauh dengan Laweyan, Solo.
Wilayah yg berbatasan dengan Kebakkramat, Karanganyar ini sudah sejak
puluhan tahun/tepatnya dekade 1950-an bergantung hidup pada batik.
Ada tiga desa utama yg menjadi sentra terbesar produksi batik yaitu Pilang, Sidodadi, & Kliwonan. Desa terakhir ini adalah yg terbesar & menjadi pusat pengembangan, pelatihan & pemasaran batik. Beberapa produsen batik besar ada di desa ini.
Saat melintas di Jl Solo-Sragen, tepatnya di wilayah Masaran, tidak banyak ditemukan toko yg menjajakan batik. Ini disebabkan kebiasaan wisatawan yg tidak hanya sekadar berbelanja batik, melainkan ingin tahu lebih dalam proses membatik. “Wisatawan lebih tertarik proses membatik daripada sekadar belanja. Setelah praktik, mereka baru belanja,” kata salah satu pengusaha batik, H Sumarsno, saat ditemui Espos di rumahnya di Kliwonan, Masaran.
Tidak banyak pengusaha batik yang membangun showroom di sepanjang jalur lalu lintas Solo-Sragen. Mereka memilih mengerjakan perdagangan & produksi di rumah, di tengah-tengah perkampungan. Konsep ini mengawinkan antara proses membatik dengan showroom batik. Tidak berbeda yg dilakukan pengusaha di Laweyan.
Di dalam rumah Sumarsono yg cukup megah, selain untuk tempat tinggal, juga berfungsi sebagai toko. Di ruang belakang menjadi tempat produksi batik. Untuk semakin memanjakan para wisatawan, dirinya membangun rumah baru khusus untuk media belajar & toko. “Mau belajar, belanja juga di situ. Ada homestay juga,” imbuh dia. Beberapa wisatawan & siswa luar kota yg belajar praktikum membatik dapat leluasa memanfaatkan homestay itu.
Sejarah batik Masaran tidak lepas dari para pendahulu yang menjadi buruh batik perusahaan-perusahaan di Solo. Lepas dari karyawan, sejumlah warga mencoba mendirikan usaha batik. Semakin hari permintaan batik semakin tinggi, ibarat ada gula ada semut, produsen batik pun semakin menjamur. “Yang kategori produsen besar memang ada belasan, tapi yg kecil banyak sekali,” kata Kades Kliwonan, H Mulyoto.
Dunia bisnis batik Masaran tidak lepas dari dinamika batik tingkat nasional bahkan internasional. Kota Solo & Pekalongan yg lebih dulu terkenal dengan kota produsen batik, menjadi pesaing tersendiri. Batik khas Masaran diakui tidak berbeda dengan batik Solo.
Timbul tenggelamnya produsen batik di Masaran, imbuh dia, karena adanya eliminasi alam & keadaan nyata dunia bisnis batik berserta persaingannya. Selain itu, sumber daya manusia juga memiliki peran penting kesuksesan warga Masaran. “Ada yg dari buruh lalu kaya, kemudian lupa diri & jatuh miskin lagi, ada. Yang bertahan sukses juga banyak,” terang Mulyoto.
Faktor sumber daya manusia juga membuat pihaknya kesulitan untuk mengembangkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) bidang batik. Banyak warga yg mendapat pinjaman modal & bahan baku dari Koperasi Batik Girli Kliwonan. Namun macet & tidak berkembang. “Tergantung bakat & orangnya. Diberi modal ada yg gagal, tapi hasil usaha sendiri banyak juga yg malah berhasil,” paparnya.
Bicara batik Sragen tidak adil hanya melulu Masaran, masih ada Plupuh & Kalijambe yg ikut merasakan manisnya bisnis batik. Melihat letak geografis, tiga kecamatan yg saling berhimpitan itu menjadi faktor merambahnya batik ke luar Masaran. Di Desa Pungsari, Kecamatan Plupuh, bermunculan pengusaha batik. Ini tidak lepas dari jiwa kewirausahaan warga Pungsari yg sebelumnya menjadi buruh produsen batik di Masaran.
►Diposting oleh
:Ridho M
:
di
05.32
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar